BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Talasemia beta tersebar luas di daerah mediterania seperti
Itali, Yunani, Afrika Utara, Timur Tengah, India Selatan, Srilangka sampai kawasan
asia tenggara. Frekuensi talasemia beta di asia tenggara adalah antara
3-9&. Di dapat pula pada negro Amerika, daerah-daerah tertentu di Italia
dan negara-negara mediterania frekuensi carrier thalasemia beta dapat mencapai
15-20%. Di Thailand 20% penduduknya mempunyai satu atau jenis lain thalasemia
alfa. Di Indonesia belum jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti Malasia dan
Singapura. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar
6-10% dari jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa;
3-4%, Sumatera Utara; 1-1,5%
Faktor
genetika ternyata menjadi pemicu talasemia. Temuan mengejutkan ini disampaikan
tim peneliti dari lembaga biologi molekuler Eijkman setelah melakukan
penelitian di Sumatera dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penderita talasemia di
wilayah Sumatera Utara cukup kecil, tapi di Sumatera Selatan bisa mencapai 15
persen. Sementara di Sumba, NTT, penderita talasemia mencapai 36 persen.
Perbedaan jumlah ini cukup signifikan karena membuktikan kaitan talasemia
dengan faktor genetika."Bisa jadi di Sumba, founder atau pemilik asal gen
bawaan talasemia saling menikah dengan ras sama di daerahnya. Akibatnya di sana
terpusat frekuensi jumlah talasemia yang tinggi," jelas Dr. Iswari
Setianingsing, PhD, peneliti senior di Lembaga Eijkman kepada SH di Jakarta
Rabu(22/5).
Mendukung
pendapat tersebut, ilmuwan biologi molekuler Prof. Dr. Sangkot Marzuki
mengatakan talasemia merupakan penyakit genetik tipikal penduduk wilayah tropis
seperti Sardinia, Italia, Ciprus, Mediteranian semua negara Asia sampai Papua
Nugini.
Namun bukan
berarti talasemia tidak menjadi masalah di negara berhawa dingin seperti
Amerika Serikat (AS), Belanda, Jerman dan sebagainya. Sangkot menjelaskan,
akibat migrasi penduduk wilayah tropis ke barat maka mereka membawa gen
talasemia ke daerah tersebut. Terlebih setelah terjadinya kawin silang.
B.
TUJUAN
a. Tujuan Umum :
Mampu melakukan asuhan keperawatan dan mempelajari lebih dalam
tentang penyakit Thalasemia pada anak sesuai kasus.
b. Tujuan Khusus:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
2. Sebagai pertimbangan nilai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
3. Mampu menganalisa atau menemukan masalah keperawatan pada kasus
4. Mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada
kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KASUS 7.2
An. O (laki-laki, 10 tahun) dirawat di RSUD Kebumen dengan keluhan demam
dan lemas. Dokter mendiagnosa thalasemia mayor. Klien mengatakan tidak nafsu
makan sejak seminggu terakhir, tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari
sehingga hanya tiduran ditempat tidur karena lemas. Klien tampak pucat,
konjungtiva anemis, perut cembung dan teraba pembesaran hepar dan lien, kulit
tampak kehitaman dan kering, N: 80x/menit, S: 38,5°C, RR: 20x/menit. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb: 6 gr%.
1. Jelaskan definisi thalasemia!
2. Jelaskan mekanisme terjadinya lemas, pucat, anemis, pembesaran hepar dan
lien, kulit kehitaman dan kering, penurunan kadar Hb pada kasus diatas!
3. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien thalasemia!
4. Buatlah analisa data sesuai kasus diatas!
5. Buatlah prioritas diagnosa keperawatan!
6. Buatlah intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama!
B.
DEFINISI
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. Menurut
Hukum Mandel
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter
dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan
ditandai oleh defesiensi produksi rantai a atau (b) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu atau
lebih dari satu jenis rantai a dan b, yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya
secara resesif.
Macam – macam Thalasemia :
1.
Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering
dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta
hemoglobin.
Thalasemia
beta meliputi:
a. Thalasemia
beta mayor
Bentuk
homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di
dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua orang tua merupakan
pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi
pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular
pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia
Intermedia dan minor
Pada bentuk
heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau
meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin
sedikit meningkat.
2.
Thalasemia alpa
Merupakan
thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
C.
MEKANISME TERJADINYA
Hemoglobin paska
kelahiran yang normal terdiri dari dua
rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau
keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta.
Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan
rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan
ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat
tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan
anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah
dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan
terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta
kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ
(hemosiderosis)
a.
Pasien tampak lemas, pucat
dikarenakan kurangnya hemoglobin yang membawa nutrisi ataupun oksigen ke
seluruh tubuh, pada pembesaran hati dikarenakan rusaknya sel darah merah
sebelum waktunya, hati yang berfungsi sebagai degradasi sel darah merah
mengalami over pekerjaan karena sel darah yang terus menerus pecah yang
menghasilkan zat besi yang tertumpuk di hati.
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi :
·
Hb rendah
dapat sampai 2-3 gr
·
Gambaran
morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
·
Retikulosit
meningkat.
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
·
Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
·
Granula
Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan
khusus :
·
Hb F
meningkat : 20%-90% Hb total
·
Elektroforesis
Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
q Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien
thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan
lain :
q Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
q Foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
E.
ANALISA DATA
NO
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
1.
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
3.
|
|
|
|
F.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
G.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.
Dx 1 Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
O2 ke sel.
a.
Kriteria hasil :
·
Tidak terjadi palpitasi
·
Kulit tidak pucat
·
Membran mukosa lembab
·
Keluaran urine adekuat
·
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil
abdomen
·
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
·
Orientasi klien baik.
b. Rencana keperawatan /
intervensi :
·
Awasi
tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.
·
Tinggikan
kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
·
Selidiki
keluhan nyeri dada, palpitasi.
·
Kaji
respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
·
Catat
keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
·
Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
·
Kolaborasi
dalam pemberian transfusi.
·
Awasi
ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse
2. Dx. 2 intoleransi
aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
a. Kriteria hasil :
·
Menunjukkan
penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih
dalam rentang normal pasien.
b. Intervensi :
·
Kaji
kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam
beraktivitas.
·
Awasi
tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
·
Catat
respin terhadap tingkat aktivitas.
·
Berikan
lingkungan yang tenang.
·
Pertahankan
tirah baring jika diindikasikan.
·
Ubah
posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
·
Prioritaskan
jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
·
Pilih
periode istirahat dengan periode aktivitas.
·
Beri
bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
·
Rencanakan
kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
·
Gerakan
teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Dx. 3 perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan
mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
a. Kriteria hasil :
·
Menunjukkan
peningkatan berat badan/ BB stabil.
·
Tidak
ada malnutrisi.
b. Intervensi :
·
Kaji
riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
·
Observasi
dan catat masukan makanan pasien.
·
Timbang
BB tiap hari.
·
Beri
makanan sedikit tapi sering.
·
Observasi
dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
·
Pertahankan
higiene mulut yang baik.
·
Kolaborasi
dengan ahli gizi.
·
Kolaborasi
Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
·
Berikan
obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak
dianjurkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia meruoakan penyakit anemia
hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari) penyebab
kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan
yaitu :
1.
Talasemia minor
·
Talasemia minor merujuk kepada mereka
yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda
talasemia atau pembawa.
2.
Talasemia major
·
Talasemia major merujuk kepada mereka
yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
Saran
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya resiko thalasemia apabila diduga adanya faktor resiko hendaknya
ibu diberitahukan adanya faktor resiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir sehingga ibu harus memeriksakan secara rutin kehamilannya ke
dokter. Dan pada anak yang terjangkit penyakit thalasemia akan terlihat lemah
dan tidak selincah anak seusianya sehingga anak lebih diberikan banyak
istirahat mengurangi aktivitas yang mudah membuat lelah.
DAFTAR PUSTAKA
Arif
Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius, 2000
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.
Dorland.1998.Kamus Saku
Kedokteran. Jakarta : EGC
FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak
buku I. Jakarta : FKUI
Guyton & Hall.1997. Fisiologi
Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta :EGC
Nursalam.2005. Asuhan Keperawatan
bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Sacharin, Rossa M. Prinsip
Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC,
1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1.
Jakarta, 2001.
Wong,
Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002
Wong.2001. Maternal Child Nursing
Care. Edisi 2. Mosby
Silahkan download disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar