Menu

welcome

Rawatlah Pasienmu Dengan Ikhlas Dan Penuh Rasa Tanggung Jawab

Senin, 07 Mei 2012

Tugas Kasus Thalasemia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Talasemia beta tersebar luas di daerah mediterania seperti Itali, Yunani, Afrika Utara, Timur Tengah, India Selatan, Srilangka sampai kawasan asia tenggara. Frekuensi talasemia beta di asia tenggara adalah antara 3-9&. Di dapat pula pada negro Amerika, daerah-daerah tertentu di Italia dan negara-negara mediterania frekuensi carrier thalasemia beta dapat mencapai 15-20%. Di Thailand 20% penduduknya mempunyai satu atau jenis lain thalasemia alfa. Di Indonesia belum jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti Malasia dan Singapura. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 6-10% dari jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%, Sumatera Utara; 1-1,5%
Faktor genetika ternyata menjadi pemicu talasemia. Temuan mengejutkan ini disampaikan tim peneliti dari lembaga biologi molekuler Eijkman setelah melakukan penelitian di Sumatera dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penderita talasemia di wilayah Sumatera Utara cukup kecil, tapi di Sumatera Selatan bisa mencapai 15 persen. Sementara di Sumba, NTT, penderita talasemia mencapai 36 persen. Perbedaan jumlah ini cukup signifikan karena membuktikan kaitan talasemia dengan faktor genetika."Bisa jadi di Sumba, founder atau pemilik asal gen bawaan talasemia saling menikah dengan ras sama di daerahnya. Akibatnya di sana terpusat frekuensi jumlah talasemia yang tinggi," jelas Dr. Iswari Setianingsing, PhD, peneliti senior di Lembaga Eijkman kepada SH di Jakarta Rabu(22/5).

Mendukung pendapat tersebut, ilmuwan biologi molekuler Prof. Dr. Sangkot Marzuki mengatakan talasemia merupakan penyakit genetik tipikal penduduk wilayah tropis seperti Sardinia, Italia, Ciprus, Mediteranian semua negara Asia sampai Papua Nugini.
Namun bukan berarti talasemia tidak menjadi masalah di negara berhawa dingin seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, Jerman dan sebagainya. Sangkot menjelaskan, akibat migrasi penduduk wilayah tropis ke barat maka mereka membawa gen talasemia ke daerah tersebut. Terlebih setelah terjadinya kawin silang.
B.     TUJUAN
a.       Tujuan Umum :
Mampu melakukan asuhan keperawatan dan mempelajari lebih dalam tentang penyakit Thalasemia pada anak sesuai kasus.
b.      Tujuan Khusus:
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
2.      Sebagai pertimbangan nilai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
3.      Mampu menganalisa atau menemukan masalah keperawatan pada kasus
4.      Mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada kasus.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    KASUS 7.2
An. O (laki-laki, 10 tahun) dirawat di RSUD Kebumen dengan keluhan demam dan lemas. Dokter mendiagnosa thalasemia mayor. Klien mengatakan tidak nafsu makan sejak seminggu terakhir, tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sehingga hanya tiduran ditempat tidur karena lemas. Klien tampak pucat, konjungtiva anemis, perut cembung dan teraba pembesaran hepar dan lien, kulit tampak kehitaman dan kering, N: 80x/menit, S: 38,5°C, RR: 20x/menit. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb: 6 gr%.
1.      Jelaskan definisi thalasemia!
2.      Jelaskan mekanisme terjadinya lemas, pucat, anemis, pembesaran hepar dan lien, kulit kehitaman dan kering, penurunan kadar Hb pada kasus diatas!
3.      Jelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien thalasemia!
4.      Buatlah analisa data sesuai kasus diatas!
5.      Buatlah prioritas diagnosa keperawatan!
6.      Buatlah intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama!


B.     DEFINISI
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. Menurut Hukum Mandel
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi produksi rantai a atau (b) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b, yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
Macam – macam Thalasemia :
1.      Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.       Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama        kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.    
b.      Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2.      Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
C.    MEKANISME TERJADINYA
Hemoglobin paska kelahiran yang  normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis)
a.            Pasien tampak lemas, pucat dikarenakan kurangnya hemoglobin yang membawa nutrisi ataupun oksigen ke seluruh tubuh, pada pembesaran hati dikarenakan rusaknya sel darah merah sebelum waktunya, hati yang berfungsi sebagai degradasi sel darah merah mengalami over pekerjaan karena sel darah yang terus menerus pecah yang menghasilkan zat besi yang tertumpuk di hati.
D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi :
·         Hb rendah dapat sampai 2-3 gr
·         Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
·         Retikulosit meningkat.
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
·         Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
·         Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3.      Pemeriksaan khusus :
·         Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
·         Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
q                        Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4.      Pemeriksaan lain :
q                        Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
q                        Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

E.     ANALISA DATA
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1.       



2.       



3.       




F.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

G.    INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
a.     Kriteria hasil :
·         Tidak terjadi palpitasi
·         Kulit tidak pucat
·         Membran mukosa lembab
·         Keluaran urine adekuat
·         Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
·         Tidak terjadi perubahan tekanan darah
·         Orientasi klien baik.
b.     Rencana keperawatan / intervensi :
·         Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
·         Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
·         Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
·         Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
·         Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
·         Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
·         Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
·         Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse
2.     Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
a.     Kriteria hasil :
·     Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
b.     Intervensi :
·         Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
·         Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
·         Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
·         Berikan lingkungan yang tenang.
·         Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
·         Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
·         Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
·         Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
·         Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
·         Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
·         Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3.     Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
a.     Kriteria hasil :
·         Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
·         Tidak ada malnutrisi.
b.     Intervensi :
·      Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
·      Observasi dan catat masukan makanan pasien.
·      Timbang BB tiap hari.
·      Beri makanan sedikit tapi sering.
·      Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
·      Pertahankan higiene mulut yang baik.
·      Kolaborasi dengan ahli gizi.
·      Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
·      Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia meruoakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb
Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.       Talasemia minor 
·         Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa. 
2.       Talasemia major 
·         Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia. 
Saran
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya resiko thalasemia apabila diduga adanya faktor resiko hendaknya ibu diberitahukan adanya faktor resiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir sehingga ibu harus memeriksakan secara rutin kehamilannya ke dokter. Dan pada anak yang terjangkit penyakit thalasemia akan terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya sehingga anak lebih diberikan banyak istirahat mengurangi aktivitas yang mudah membuat lelah.


DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2000
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St.
Louis : Mosby Year Book, 1996.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC
FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI
Guyton & Hall.1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC
Nursalam.2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika 
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany. Jakarta : EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care. St. Louis : Mosby Company, 2002
Wong.2001. Maternal Child Nursing Care. Edisi 2. Mosby

Silahkan download disini 



Tidak ada komentar: