THALASEMIA
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif. Menurut Hukum Mandel
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau
keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai
polipeptida terganggu.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang
diturunkan ditandai oleh defesiensi produksi rantai a atau (b) pada haemoglobin.
(Suryadi, 2001)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia
dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia
hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur
eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b, yang diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
Etiologi
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2
heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Sel
darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin
ke dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di
sum-sum tulang. Leukosit berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari.
Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8
juta/ml pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter sekitar
7,5 mm dan tebal 2 mm.
Pembentukan sel darah merah
(eritro poresis) mengalami kendali umpan balik. Pembentukan ini dihambat oleh
meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai
normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukan sel darah merah juga
dirangsang oleh hipoksia.
Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen
merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu protein yang mempunyai
berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai
dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin
haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi
pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus
krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat
pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung
dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme
bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang
disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai
hemoglobin.
Terdapat beberapa variasi
kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan
asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa,
rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum
pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai
alfa dan dua rantai beta.
I.
2 Suksinil-KoA + 2 glisin
II.
4 pirol ®
protoporfirin Ix
III.
protoporfirin IX + Fe++ ® Heme
IV.
Heme + Polipeptida ® Rantai hemoglobin (a atau b)
V.
2 rantai a
+ 2 rantai b ® hemoglobin A
Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan
dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel
makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa dan
sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan
melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah
dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah
merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk
faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag
menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall,
1997).
Patofisiologi
Pada keadaan normal
disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa
dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh
hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2
rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada
keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun
dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih
dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2
rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang
diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta
produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan
produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak memerlukan
rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal,
mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan
tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga
serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak
efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis. (Soeparman, dkk,
1996)
Gambaran klinis
Secara klinis Thalasemia
dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor,
intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut
sering tidak jelas.
1. Anemia berat menjadi
nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa
ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena
penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan
beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan
pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas
sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak
atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping
mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak
ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat badan
kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan
kulit.
Keadaan klinisnya lebih baik
dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7
– 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang,
hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
Umumnya tidak dijumpai
gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot
tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
§
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
§
Thalasemia intermedia
§
Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Pada hapusan darah topi di
dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya
sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI)
meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum
meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis
alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio
alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
Pemeriksaan diagnostik
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan
medula yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak
memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam
tulang korteks.
Penatalaksanaan
- Transfusi darah berupa sel darah
merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya
10 – 20 ml/kg BB.
- Asam folat teratur (misalnya 5 mg
perhari), jika diit buruk
- Pemberian cheleting agents
(desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat
diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g
dengan setiap unit darah transfusi.
- Vitamin C, 200 mg setiap,
meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin..
- Splenektomi mungkin dibutuhkan
untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di
atas 6 tahun karena resiko infeksi.
- Terapi endokrin diberikan baik
sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas
terlambat.
- Pada sedikit kasus transplantsi
sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara
kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini
keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand,
1996)
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan
lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari
proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan,
kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Prognosis
Thalasemia homozigot umumnya
meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3, walaupun
digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents
untuk mengurangi hemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak
terjangkau oleh penduduk negara berkembang).
Thalasemia tumor trait dan
Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup
seperti biasa.
Pencegahan primer :
sebelum perkawinan (marriage
counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak
mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi
homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu
jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang
bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui
pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk
mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
Sumber:
1.
Abdoerrachman M. H, dkk (1998), Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan
Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta .
2.
Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
edisi 3, EGC, Jakarta .
3.
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta .
4.
Suriadi, Rita Yuliani, (2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak,
edisi I, CV. Sagung Solo, Jakarta .
5.
Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
edisi 9, EGC, Jakarta .
6.
Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, FKUI, Jakarta .
7.
Hoffbrand. A.V & Petit, J.E, (1996), Kapita Selekta
Haematologi, edisi ke 2, EGC, Jakarta .
8.
Depkes, (1999), Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi,
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kesehatan, Jakarta .
9.
Sacharin. M, (1996), Prinsip Keperawatan Pediatrik,
edisi 2, EGC, Jakarta .
THALASEMIA
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
Macam – macam Thalasemia :
1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
B. ETIOLOGI
Faktor genetik
C. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
Macam – macam Thalasemia :
1. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
B. ETIOLOGI
Faktor genetik
C. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
D.
MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
StudiØ hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
ElektroforesisØ hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukanØ sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCRØ (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F. PENATALAKSAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
G. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
MelakukanØ pemeriksaan fisik.
Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan denganØ anemia dan riwayat penyakittersebut dalam keluarga.
Observasi gejalaØ penyakit anemia.
2. Pengkajian Umum
Pertumbuhan yang terhambatØ
Ø Anemia kronik.
Kematangan seksual yang tertunda.Ø
3. Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakanØ
Gejala yang berkaitan denganØ ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Hati:Ø cardiomegali, murmur sistolik
Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudahØ terinfeksi.
Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.Ø
Ø Genital: terasa sakit, tegang.
Liver: hepatomegali, sirosis.Ø
Mata:Ø ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
Ø Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:Ø
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
Hasil yang diharapkan:Ø
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
b. Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan.Ø
1) Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2) Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3) Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4) Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5) Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6) Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Hasil yang diharapkan:Ø
Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c. Bebas dari infeksi
Ø Intervensi keperawatan
1) Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2) Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3) Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
Ø Hasil yang diharapkan:
Anak terbebas dari infeksi.
d. Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
Intervensi keperawatanØ
1) Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2) Jaga anak agar tidak dehidrasi
3) Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4) Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5) Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6) Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7) Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8) Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9) Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
Hasil yang diharapkan:Ø
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan:Ø
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Ø Intervensi keperawatan:
1) Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2) Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3) Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4) Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5) Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
Hasil yang diharapkan:Ø
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
a. Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Ø Intervensi keperawatan:
1) Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2) Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3) Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4) Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5) Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Hasil yang diharapkan:Ø
Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b. Agar menerima dorongan yang cukup.
IntervensiØ keperawatan:
1) Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2) Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3) Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
Ø Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jakarta : Media Aesculapius, 2000
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany.Jakarta
: EGC, 1996.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1.Jakarta , 2001.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition.St.
Louis : Mosby Year Book, 1996.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care.St. Louis
: Mosby Company, 2002.
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
StudiØ hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
ElektroforesisØ hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukanØ sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCRØ (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F. PENATALAKSAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
G. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
MelakukanØ pemeriksaan fisik.
Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan denganØ anemia dan riwayat penyakittersebut dalam keluarga.
Observasi gejalaØ penyakit anemia.
2. Pengkajian Umum
Pertumbuhan yang terhambatØ
Ø Anemia kronik.
Kematangan seksual yang tertunda.Ø
3. Krisis Vaso-Occlusive
Sakit yang dirasakanØ
Gejala yang berkaitan denganØ ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Hati:Ø cardiomegali, murmur sistolik
Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudahØ terinfeksi.
Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.Ø
Ø Genital: terasa sakit, tegang.
Liver: hepatomegali, sirosis.Ø
Mata:Ø ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
Ø Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:Ø
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
- Jangan sampai terjadi infeksi
- Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
Hasil yang diharapkan:Ø
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
b. Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan.Ø
1) Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2) Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3) Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
4) Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5) Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6) Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Hasil yang diharapkan:Ø
Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c. Bebas dari infeksi
Ø Intervensi keperawatan
1) Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2) Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3) Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
Ø Hasil yang diharapkan:
Anak terbebas dari infeksi.
d. Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
Intervensi keperawatanØ
1) Jelaskan pentingnya transfusi darah
Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2) Jaga anak agar tidak dehidrasi
3) Bujuk anak agar tidak tegang.
Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4) Beri anlgesik
Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5) Mencegah kegiatan yang tidak perlu
Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6) Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
Rasional: untuk mencegah infeksi
7) Lakukan latihan ROM pasif
Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8) Kolaborasi untuk pemberian oksigen
Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9) Obsevasi tanda – tanda infeksi.
Rasional: agar dapat cepat ditangani.
Hasil yang diharapkan:Ø
Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan:Ø
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Ø Intervensi keperawatan:
1) Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2) Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3) Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4) Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5) Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
Hasil yang diharapkan:Ø
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
a. Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Ø Intervensi keperawatan:
1) Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2) Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3) Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4) Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5) Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Hasil yang diharapkan:Ø
Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
b. Agar menerima dorongan yang cukup.
IntervensiØ keperawatan:
1) Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2) Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3) Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
Ø Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1.
Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical Manual Pediatric Nursing. Fourth edition.
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing Care.
Download Makalahnya Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar