ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
IBU HAMIL DENGAN TBC
Definisi
Tuberkolusis adalah penyakit menular yang menyereng
paru.(Dep.Les. RI, 2001 : 7)
Tuberkolusis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.(Kapita
Selakta, 2001 : 472)
Tubercolosis adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui
udara pernafasan yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tubercolosis.(Infeksi
Saluran Nafas, 1989 : 37)
Etiologi
Penyebab penyakit dari TBC adalah mycrobacterium
tuberculosis dan mycobacterium bavis.
Manifestasi Klinis
1. Demam
2. Batuk
darah
3. Sesak
nafas
4. Nyeri
dada
5. Malaise
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis
bisa masuk
melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya
luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara
(airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari
orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC
membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan
keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering
lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah
maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan
yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari
kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini
terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal
ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga
dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi
primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon
yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang
kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali
dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya
pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi
karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering
fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah
pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kapitas.
1. Radang Pleura
2. Efusi Pleura
3. Bronkopneumonia
4. Menurunnya imunitas tubuh
1.
Pemeriksaan
Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi
dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB
biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada
segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).
2.
Pemeriksaan
laboratorium
a.
Darah
Adanya
kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah
meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
b.
Sputum
Ditemukan
adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita
tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998.
Barbara. T. Long, 1996)
c.
Test Tuberkulosis
Test
tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi
atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old
tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan
sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan
atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau
lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil
akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998.
Barbara. T. Long, 1996).
Keperawatan
1. Berikan
penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik
sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur.
2. Anjarkan
untuk menutup mulut dan hidungnya bula batuk, bersin, dan tertawa.
3. Ibu
hamil dengan proses aktif hendanya jangan dicampurkan dengan wanita hamil.
4. Untuk
diagniosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
5. Pendertia
dengan proses aktif apalagi dengan batuk darah sebaiknya di rawat di RS, dalam
kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan untuk menjamin makanan dan
istirahat yang cukup, pengobatan intensif dan teratur.
Medis
1. Iconiazid
adalah obat terpilih karena paling aman untuk kehamilan.
2. Setelah
1-2 bulan pengobatan, lakukan pemeriksaan sputum ulang.
3. Bayi
harus mendapat propilaktasis INH dan imunisasi BCG.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses
keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data,
analisa data dan diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990).
1.
Pengumpulan data
Dalam pengumpulan
data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas
klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996)
b. Riwayat
penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
c. Riwayat
penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat
penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru
yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e· Riwayat
psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan
Nodesul, 1996).
f· Pola
fungsi kesehatan
1) Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)
2) Pola
nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3) Pola
eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
4) Pola
aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).
5) Pola
tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E.
Doenges, 1999).
6) Pola
hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular (Marilyn. E. Doenges, 1999).
7) Pola
sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola
persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).
9) Pola
reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).
11) Pola tata nilai dan
kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
2) Pemeriksaan
fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a. Sistem
integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun.
b. Sistem
pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
:
· Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk,
1982).
· Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
· Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
· Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c. Sistem
pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d. Sistem
kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang
mengeras (Soeparman, 1998).
e. Sistem
gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun
(Soeparman, 1998).
f. Sistem
muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur
dan keadaan sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g. Sistem
neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h. Sistem
genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan
diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam
tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun
rencana keperawatan sebagai berikut :
1.
Diagnosa
keperawatan kesatu : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
secret kental atau secret darah.
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
o
Klien dapat
mengeluarkan sekret tanpa bantuan
o
Klien dapat
mempertahankan jalan nafas
o
Pernafasan klien
normal (16 – 20 kali per menit)
· Rencana
tindakan :
a) Kaji
fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki,
mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja penafasan
b) Catat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah
kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan
evaluasi lanjut
c) Berikan
klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk
nafas dalam
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan
upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan
sekret dari mulut dan trakea
Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan
bila klien tak mampu mengeluaran sekret
e) Pertahanan
masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret
membuatnya mudah dilakukan
f) Lembabkan
udara respirasi
Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran
sekret
g) Berikan
obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan
ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas
dengan hipoksemia
2.
Diagnosa
keperawatan kedua : gungguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membrane alveolar-kalpiler secret kental.
Tujuan : Pertukaran
gas berlangsung normal
Kreteria hasil :
·
Melaporkan tak
adanya / penurunan dispnea
·
Klien menunjukan
tidak ada gejala distres pernapasan
·
Menunjukan
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji
dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya
ekspansi dinding dada
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko
pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai
dispnea berat sampai distress pernapasan
b) Evaluasi
perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa
Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu
oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Tujukkan/dorong
bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps
membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan
napas pendek
d) Tingkatkan
tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan
pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e) Awasi
segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau
peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program
terapi
f) Berikan
oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru
3.
Diagnosa
keperawatan ketiga : hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Suhu tubuh
normal (36 °C - 37°C)
Kriteria hasil :
·
Klien mengatakan
badannya sudah tidak panas
·
Suhu tubuh pasien
36°C
Rencana tindakan
dan rasional
a) Observasi
TTV
b) Anjurkan
klien untuk minum sedikit tapi sering
c) Libatkan
keluarga untuk menyediakan minuman kesukaan pasien
d) Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antipiretik : paracetamol
4) Diagnosa
keperawatan keempat : pola napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
· Tujuan
: Pola nafas efektif
· Kriteria
hasil :
· Klien
mempertahankan pola pernafasan yang efektif
· Frekwensi
irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
· Dispneu
berkurang
· Rencana
tindakan dan rasional
a) Kaji
kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat
setiap perubahan
b) Mengetahui
penurunan bunyi napas karena adanya secret
Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan
pengobatan selanjutnya
c) Auskultasi
bunyi napas setiap 4 jam
Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d) Baringan
klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
Membantu mengembangkan secara maksimal
e) Bantu
dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4
jam
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret
keluar
f) Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan
sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
PENUTUP
Tingginya
angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti
benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam
perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan
pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah
dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau
gas buangan.
Karena
prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa
frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB
paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang
menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk
tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan
berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pada
umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas,
kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas
dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem
pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru
ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak
selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang
memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil,
karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang.
Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah
bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya.
Penanganan
1.
Dalam
kehamilan :
a. Ibu
hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil
lainnya pada pemeriksaan antenatal.
b. Untuk
diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
c. Penderita
dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah
sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin
istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
d. Obat-obatan
: INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
e. TBC
paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
2.
Dalam
persalinan :
a. Bila
proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan
apa-apa.
b. Bila
proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil
di beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek
dengan ekstraksi vakum/forseps.
c. Bila
ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama
dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3.
Dalam masa
nifas :
a. Usahakan
jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia.
b. Usahakan
mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
c. Bila
ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat
terhadap infeksi sekunder.
d. Ibu
dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup,
segera dilakukan tubektomi.
Untuk download askepnya klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar